Kera dan Manusia : Niat Baik Belum Tentu Baik

Monyet atau Kera Ekor Panjang (Macaca Fascicularis)

Monyet atau Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah monyet asli Asia Tenggara namun sekarang tersebar di berbagai tempat di Asia. Nama lokalnya dalam bahasa pada umumnya di Indonesia yaitu kra atau kera adalah tiruan bunyi yang dikeluarkan oleh hewan ini. Dalam literatur-literatur lama, spesies ini acap disebut sebagai kera ekor panjang atau monyet ekor panjang dalam bahasa Inggris, (long tailed macaque).

Keberadaanya di alam merupakan salah satu rantai dari ekosistem alam. Satwa ini kerap menjadi mangsa predator alami nya seperti elang, macan, harimau, dan beberapa predator lainnya. Selain menjadi bagian dari rantai makanan, kera ekor panjang ini mempunyai peran dalam pengendali ekologi diantaranya adalah penyebar biji bijian tanaman hutan yang menjadi makanannya, atau bisa di katakan penyebar benih pohon alami. Satwa ini juga bisa menjadi indicator perkembangan alam, atau bisa di katakana alarm alami. Biasanya satwa liar berbondong – bondong keluar dari habitat aslinya karena ada kerusakan alam yang di tinggalinya atau akan terjadi bencana alam.

Monyet ini sangat adaptif dan termasuk hewan liar yang mampu mengikuti perkembangan peradaban manusia. Di beberapa tempat, seperti halnya di Sangeh, Bali, monyet kra dianggap sebagai hewan yang dikeramatkan dan tidak boleh diganggu. Kemudian di Situs Karang Kamulian satwa tersebut menjadi symbol sejarah dari nama Ciung (burung) dan Wanara. (monyet), yang sudah mendiami tempat tersebut dari sejak dulu sebelum peradaban manusia berjembang pesat.

Kera Ekor Panjang diberi makan oleh pengunjung objek wisata budaya Karang Kamuliaan Ciamis Jawa Barat

Pada masa sekarang satwa ini kerap menjadi hewan timangan atau pertunjukan, monyet ini juga digunakan dalam berbagai percobaan kedokteran. Memang ada sisi positif dan negatif nya, apalagi ketika satwa liar yang seharusnya di alam, yang sekarang malah menjadi ajang pertunjukan yang jauh dari konteks Animal Welfare. Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. 

Alasan kenapa satwa liar harus tetap di habitat nya yaitu kerentanan satwa liar ketika berinteraksi dan terlalu dekat dengan manusia rentan akan penyakit yang bersifat zoonosis. Zoonosis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri yang ditransmisikan dari hewan ke manusia.

Selain keterangan di atas, yang sangat banyak di temui di lapangan yaitu satwa tersebut sering dianggap sebagai hama atau di anggap meresahkan. Ini yang perlu di ingat, catatan di atas yaitu satwa ini bersifat adaftif dan mudah menyesuaikan diri. Seperti halnya yang terjadi dan sempat muncul di media social tentang kera yang meresahkan di salasatu objek wisata di Kab Ciamis.

Kera Ekor Panjang yang telah mengalami perubahan perilaku di Karang Kamuliaan Ciamis Jawa Barat

Sebelum kita melakukan tindakan untuk penanganan, yang perlu kita ketahui adalah assessment dari apa yang membuat mereka menjadi meresahkan dan  penyebab kenapa mereka meresahkan. Salah satu nya adalah perubahan prilaku. Perubahan prilaku ini bisa di pengaruhi oleh lingkungannya terutama manusia. Jika satwa tersebut sering di beri makan dengan makanan yang bukan alaminya, maka mereka cenderung akan terbiasa dengan mkanan yang bukan alaminya. Hal ini sering terjadi si setiap objek-objek wisata yang terdapat satwa tersebut. Karena sering di beri makan dan memakan makanan manusia (di beri makan secara sengaja, mengais sampah atau sisa makanan) maka satwa tersebut akan agresif terhadap manusia dan cenderung meninggalkan sifat alaminya memakan buah buahan hutan. Kemudian perubahan tatanan lingkungan, biasanya stok pakan yang tersedia di habitatnya menipis, maka mereka akan bergerak mencari makanan ke tempat lain. Kemudian ada beberapa kasus yang karena ulah manusia juga, yaitu melepaskan satwa beliharaan atau terlepas dari peliharaan bukan di tempat atau habitat aslinya, yang akhirnya menjadi meresahkan masyarakat.

Kejadian tersebut belakangan ini menjadi perbincangan hangat di Ciamis, terutama pada objek wisata Karang Kamulian dan Astana Gede Kawali. Dimana hal seperti ini butuh penangana yang bijak juga dengan cara sinergis dari beberapa sektor. Diantaranya pemasangan papan informasi himbawan dilarang memberikan makanan langsung ke satwa tersebut (baik pengunjung dan siapapun), pengelolaan sampah yang tertib (terutama sampah yang mengandung makanan manusia), juga pengkayaan jenis pohon yang berfungsi sebagai fungsi konservasi juga pohon sebagai fungsi stok penghasil pakan alami satwa. Maka keselarasan dan keseimbangan alam akan terjadi, dan simbiosis mutualisme akan berjalan yang akhirnya manusia akan bisa hidup berdampingan tanpa berkonflik dengan satwa.

Salam lestari !!!
Kita Jaga Alam maka Alam Jaga Kita !!!

Oleh : Ilham Purwadipraja

Baca Juga : Ukuran Buaya Kini Lebih Kecil

1 Komentar

  1. Masih banyak memang di daerah lain yg menganggap hewan monyet ini sebagai hma

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama