Jumlah Kunjungan ke Taman Nasional Komodo Harus Dibatasi

 

Komodo adalah satwa yang sudah hampir punah.

Jumlah kunjungan turis atau wisatawan ke Taman Nasional Komodo yang naik dari tahun ke tahun tanpa adanya pembatasan pengunjung mengancam keberadaan dan kelestarian biodiversitas di Taman Nasional Komodo. Hasil Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo menyimpulkan perlunya pembatasan jumlah pengungung di wilayah taman nasional yang telah ditetapkan sebagai "Situs Warisan Dunia" oleh UNESCO sejak 1991 itu.

Area Taman Nasional Komodo terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan tiga pulau besar dan 147 pulau kecil di sekitarnya. Pada 2012, taman nasional ini menerima gelar kehormatan sebagai salah satu dari "Tujuh Keajaiban Alam Baru".

Irman Firmansyah, yang memimpin Tim Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo, mengatakan ada beberapa isu yang perlu menjadi perhatian jika ingin memelihara nilai jasa ekosistem demi kelangsungan hidup komodo. Isu-isu yang utama adalah pengelolaan sampah, sistem perlindungan dan keamanan, serta tata kelola kawasan yang perlu melibatkan berbagai lembaga multisektoral.

"Jika upaya konservasi yang ketat tidak diperkenalkan dan wisatawan tidak mulai dibatasi, kita akan melihat penurunan yang signifikan dalam nilai jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar," ujar Irman seperti dikutip dari keterangan tertulis Balai Taman Nasional Komodo.

Dalam sepuluh tahun terakhir, tren kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo mengalami peningkatan jumlah yang signifikan akibat promosi intensif lewat media sosial. Meskipun meningkatkan ekonomi, hal ini memberikan dampak terhadap perilaku komodo.

"Komodo yang berada di area dengan aktivitas manusia tinggi/ekowisata secara signifikan menunjukan berkurangnya kewaspadaan dan cenderung adaptif dengan keberadaan manusia. Selain itu, komodo yang berada di lokasi ekowisata cenderung memiliki bobot lebih besar, di mana hal ini bisa berdampak pada kerusakan ekosistem sekitarnya (kebutuhan pangan meningkat, yaitu rusa)," ungkap Lukita Awang, Kepala Balai Taman Nasional Komodo.

Sesuai perhitungan dan rekomendasi yang diperoleh dari hasil kajian, pembatasan jumlah wisatawan yang ideal adalah sekitar 200.000 orang per tahun. Taman Nasional Komodo akan segera menerapkan pembatasan jumlah pengunjung ini dengan sistem manajemen kunjungan yang terintegrasi berbasis reservasi online akan mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2022.

Selain itu, kompensasi biaya konservasi sebesar Rp3.750.000 per orang per tahun juga akan diberlakukan secara kolektif tersistem, sebesar Rp15.000.000 per 4 orang per tahun. "Kami berharap, dengan diberlakukannya pembatasan kunjungan dan kompensasi biaya konservasi dapat menumbuhkan perilaku pariwisata yang lebih sadar di lingkungan Taman Nasional Komodo," kata Carolina Noge, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo.

Carolina menjelasakan biaya kompensasi ini akan dipergunakan "untuk penguatan fungsi di kawasan Taman Nasional Komodo, perlu sinergitas antarlembaga dan multisektoral sebagai penjaga gerbang dan pelindung Taman Nasional Komodo."

Pembatasan pengunjung dan penarikan biaya kompensasi ini merupakan bagian dari program penguatan fungsi Taman Nasional Komodo. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur juga menjalankan program penguatan fungsi ini sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam upaya menjaga keutuhan nilai jasa ekosistem Taman Nasional Komodo.

"Terkait dengan urgensi dalam penguatan fungsi, Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Kawasan Perairan Sekitarnya tetap dibuka namun dengan pembatasan dan manajemen kunjungan tersistem sebagai upaya perlindungan, pengaturan, dan tata kelola kawasan Taman Nasional Komodo. Hal ini bertujuan untuk mengajak masyarakat secara kolektif beralih ke pariwisata berkelanjutan yang lebih sadar akan dampak aktivitasnya, dan bahwa daya tarik wisata dan kelestarian konservasi dapat hidup berdampingan," jelas Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong.

Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Josef Nae Soi, menyambut baik program ini. "Akan ada empat agenda penguatan fungsi yang akan dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur di Taman Nasional Komodo. Agenda tersebut adalah penguatan kelembagaan, perlindungan dan pengamanan, pemberdayaan masyarakat, serta pengembangan wisata alam," tuturnya.

Pemerintah Harus Mulai Membatasi Jumlah Pengunjung.


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menekankan pentingnya pemberlakukan pembatasan kuota pengunjung di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Wakil Menteri LHK, Alue Dohong, mengatakan, tujuan pembatasan kuota untuk menjaga kelestarian populasi biawak komodo.

Alue Dohong menyebut, satwa komodo merupakan salah satu warisan alam dunia yang memiliki Outstanding Universal Value (OUV) tinggi. Sehingga kelestariannya perlu dijaga, baik kelestarian ekosistem maupun kelestarian satwa komodo.

"Perlu diatur jumlah maksimum yang dapat ditampung agar tidak berdampak pada kelestarian satwa komodo," ujar Alue, Senin (27/6/2022).

Ia menuturkan, pengaturan pengunjung dengan sistem pembatasan pengunjung atau kuota pengunjung ini untuk meminimalisir dampak negatif kegiatan wisata alam terhadap kelestarian populasi biawak Komodo dan satwa liar lainnya.

"Ini juga untuk mempertahankan kelestarian ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar pada khususnya, serta untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pengunjung serta petugas selama beraktivitas di Taman Nasional Komodo," katanya.

Ia mengatakan, untuk mengetahui batas maksimal pengunjung diperlukan kajian daya dukung daya tampung wisata di Taman Nasional Komodo sebagai dasar penentuan kuota.

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK melalui Balai Taman Nasional Komodo, telah melaksanakan kajian daya dukung daya tampung wisata berbasis jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Kajian ini dilaksanakan oleh tim tenaga ahli diketuai Irman Firmansyah (System Dynamics Center/IPB) dengan Komite Pengarah yaitu Jatna Supriatna (Guru Besar Departemen Biologi FMIPA Universitas Indonesia).

Hasil kajian itu merekomendasikan jumlah pengunjung ideal per tahun ke Pulau Komodo adalah 219.000 wisatawan dan ke Pulau Padar 39.420 wisatawan atau sekitar 100 orang per waktu kunjungan.

Hasil kajian tersebut menunjukan jumlah yang hampir sama dengan tingkat kunjungan pada tahun 2019 (yaitu 221.000 orang) untuk di Pulau Komodo, sedangkan di Pulau Padar selama ini Balai Taman Nasional Komodo telah menerapkan kebijakan kunjungan 100 orang per waktu kunjungan yakni dalam 1 hari terdapat 3 waktu kunjungan.

Kajian juga merekomendasikan jumlah kunjungan di Pulau Padar dapat ditambahkan 2 – 2,5 kali lipat dengan mempertimbangkan beberapa hal terkait penyesuaian daya dukung berupa infrastruktur, seperti penambahan jumlah pos di area trekking, sarana sanitasi dan MCK, safety trekking seperti tali, jumlah ranger, serta tenaga medis atau ruang khusus untuk kesehatan.

Pihaknya menyebut, penerapan kuota pengunjung sudah saatnya dilakukan secara digital untuk mempermudah layanan dan mengakomodir kebijakan penetapan kuota pengunjung.

Dalam penerapan layanan kunjungan secara digital, baik dalam proses booking online maupun e-ticketing dapat dilakukan secara bersama-sama dengan pihak lain terkait, antara lain Pemprov NTT.

"Penerapan kebijakan kuota pengunjung dengan sistem digitalisasi/elektronik tersebut, tentunya tidak akan mengurangi akses maupun peluang pendapatan masyarakat setempat, dari berbagai aktifitas wisata alam di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo," jelasnya.

Dengan pengelolaan tersebut, dia berharap kegiatan wisata tetap berjalan dengan baik, sehingga masyarakat akan mendapatkan multiplier effect berupa pendapatan, dan kelestarian satwa dan habitat komodo tetap terjaga.

Meski begitu, penerapan aturan baru tersebut memerlukan tahapan-tahapan sosialisasi dan uji coba yang prosesnya akan disusun bersama para pihak dengan dikoordinir Ditjen KSDAE dalam hal ini Balai TN Komodo dan Pemerintah Provinsi NTT.

Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi, mengakui, Pemprov NTT mendukung pelaksanaan pembatasan pengunjung dengan sistem digitalisasi manajemen pengunjung dan mengimplementasikan program Experimentalist Valuing Environment (EVE).

Melalui program EVE, biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung tidak hanya diperuntukkan untuk biaya perjalanan dan biaya-biaya lainnya di Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo (transportasi darat/bandara/pelabuhan), namun juga dapat berkontribusi dalam upaya konservasi/pelestarian komodo serta pemberdayaan masyarakat di sekitar Taman Nasional Komodo.

Yang paling penting kata Josef, komodo harus lestarikan bersama semua habitat lainnya yang ada di Pulau Komodo seperti burung kakak tua, kelelawar.

"Termasuk juga, hutan dan lingkungan lautnya juga kita harus lestarikan bersama semua yang ada di sana. Kami serahkan kepada ahlinya, dari kesimpulan kajian yang ada itulah kita ambil untuk kita gunakan (sebagai kebijakan) yang secepat-cepatnya dan seadil-adilnya,” tandasnya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama